Sarah Situmorang (09-078)
Santri Tarigan (10-012)
Elienz Vidella (10-028)
Psikolog ingin mengembangkan sains pasti seperti fisika dan
kimia, akan tetapi disiplin ini belum memiliki metode riset yang pasti. Dari
sini lahir behavorisme, yang diperjuangkan oleh pendirinya, B.Watson. Beliau
mencatat bahwa 50 tahun terakhir psikologi gagal menjadi ilmu pasti. Kemudian
Beliau mengusulkan subjek studi umum perilaku yang dapat menyatukan semua
psikolog.
Behaviorisme menjadi aliran dominan dari 1920-an hingga
1950-an, namun ia tidak sepenuhnya bebas dari penantang. Pendapat yang
menantangnya, yakni psikologi Gestalt, menekankan pada pentingnya persepsi
pemelajar dalam situasi pemecahan masalah dan karenanya ia membahas persoalan
kognisi.
PENGKONDISIAN KLASIK DAN
KONEKSIONISME
Dua
pendekatan awal untuk mempelajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan
koneksionisme. Keduanya memprioritaskan belajar dan berhasil mengolah berbagai
perilaku dalam laboratorium.
Argumen Dasar Behaviorisme
Perubahan dalam masyarakat Amerika membuka jalan bagi studi
perilaku (Lahey, 1992). Selain itu, filsafat Amerika yang baru muncul,
pragmatism, menyebut konsekuensi (hasil) konkret sebagai batu uji untuk
memvalidasi ide. Dengan kata lain, kebenaran adalah “hal-hal yang bisa
dilakukan”.
Dalam konteks ini, John Watson mendukung studi perilaku.
Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu untuk memprediksi respons yang
ditimbulkan lewat stimulus, dan sebaliknya.Ketika tujuan ini tercapai,
psikologi akan menjadi ilmu eksperimental objektif (Watson, 1913). Selain
itu, disiplin ini akan memberikan pengetahuan yang berguna bagi pendidik, ahli
fisika, pemimpin bisnis, dan sebagainya.
Setelah mendalami studi perilaku, Watson menemukan riset
reflleks-motorik dari psikolog Rusia V.M. Bekheterev. Karya Bekheterev adalah
penting karena dia berhasil memanipulasi reaksi behavioral didalam
laboratorium. Setelah membaca riset dan percaya bahwa control perilaku di dunia
nyata akan segera dapat dilakukan, prediksi Watson ternyata keliru, tetapi
pendapatnya sangat memengaruhi penggunaan metode riset dan pengukuran yang dilakukan
para psikolog.
Asumsi Dasar
Istilah behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang
mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar.Asumsi itu adalah :
1. Yang menjadi fokus studi seharusnya
adalah perilaku yang dapat diamati,bukan kejadian mental internal atau
rekonstruksi verbal atas kejadian.
2. Perilaku harus dipelajari melalui
elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respons spesifik).
3. Proses belajar adalah perubahan
behavioral.
Pavlov dan Pengkondisian Klasik atau Refleks
Eksperimen terkenal terhadap refleks yang dilakukan di
laboratorium Ivan Pavlov. Kisah riset Pavlov memperlihatkan seorang ilmuwan
kesepian secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengontrol perilaku
sederhana saat meneliti refleks keluarnya air liur anjing. Tetapi, Pavlov
sebenarnya bukan ilmuwan penyendiri. Dia memimpin beberapa laboratorium, yang
menghasilkan lebih dari 530 riset dari 1897 hingga 1936. Sebagai direktur
laboratorium, Pavlov bertugas menentukan topik-topik riset untuk rekan kerja dan
mahasiswanya dan memantau kerja mereka, namun dia sendiri jarang melakukan
eksperimen (Todes,1997; Windholz,1997).
Pavlov
dan Kaum Bolshevik
Masa-masa revolusi Bolshevik (1917-1921) adalah masa-masa
sulit bagi Pavlov, keluarganya, dan laboratoriumnya. Pada Juni 1920, saat
berusia 70 tahun, Pavlov menulis surat kepada pemerintah untuk minta izin
beremigrasi. Karena ada larangan emigrasi ilmuwan yang dikenal di tingkat
internasional, maka pemerintah member Pavlov status khusus. Dia menerima
tunjangan hidup, jatah makanan yang ditentukannya sendiri, mendapat rekan kerja
dan dukungan laboratorium (Todes, 1995).
Riset
di Laboratorium Pavlov
Fokus dari riset yang diawasi oleh Pavlov adalah refleksi
air liur anjing. Pavlov pada mulanya menyebut reaksi air liur ini sebagai
reflex yang dikondisikan. Riset berikutnya oleh V.N. Boldyrev menemukan bahwa
reflex air liur ini bisa dilatih untuk merespons (dikondisikan) objek-objek
atau kejadian dari modalitas indrawi –suara, penglihatan, atau sentuhan.
Riset di laboratorium Pavlov ini penting karena dua
sebab. Pertama, ia menunjukkan bahwa reaksi keluarnya air liur adalah
refleks reaksi spontan yang terjadi secara otomatis ketika menerima stimulus
tertentu. Kedua, mengubah relasi alamiah antara stimulus dan reaksi itu
dianggap sebagai terobosan penting dalam studi perilaku.
Paradigma
Pengkondisian Klasik
Proses dimana kejadian atau stimuli mampu memicu respons dikenal sebagai
refleks atau pengkondisian klasik.Terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap
pertama adalah pra-eksperimental atau relasi alami antara stimulus dan reaksi.
Pada tahap kedua, periset memasangkan stimulus asli dengan stimulus baru yang
tidak ada kaitannya dengan reaksi. Kemudian tahap ketiga, setelah beberapa kali
pengulangan, yang disebut “percobaan”, stimulus baru itu dapat menimbulkan
reaksi. Sebagai hasilnya, stimulus dikondisikan (CS) akan menimbulkan respons
yang dikondisikan (CR). Ini disebut pengkondisian klasik.
Behaviorisme John Watson
Watson memberi kontribusi pada perkembangan psikologi melalui tiga cara.
Pertama, dia mengorganisasikan temuan riset pengkondisian kedalam
perspektif baru, yakni behaviorisme, dan membujuk psikolog lain untuk memahami
arti penting dari pendapatnya. Kedua, kontribusi asli dari karyanya
adalah memperluas metode pengkondisian klasik ke respons emosional
manusia. Ketiga, karyanya meningkatkan status belajar sebagai topik
dalam psikologi.
Teori
Emosi
Watson mengidentifikasi tiga reaksi emosional bayi yang bersifat naluriah.
Artinya reaksi itu terjadi secara alami. Reaksi-reaksi tersebut adalah cinta,
marah, dan takut. Watson tidak sepakat dengan metode psikoanalisis Freud untuk
menemukan akar dari kehidupan emosi individu. Beliau berpendapat bahwa proses
ini melibatkan pengkondisian atas tiga reaksi dasar terhadap situasi yang
berbeda-beda. Juga, informasi tentang pengkondisian emosional harus didasarkan
pada observasi behavioral yang dilakukan dilaboratorium.
Reaksi
Emosional yang Dikondisikan
Melalui asosiasi yang dipasangkan, reaksi positif dan negatif mungkin dapat
dikondisikan untuk berbagai macam objek dan kejadian. Selain itu, riset terkini
mengindikasikan bahwa reaksi parental yang dipasangkan dengan stimulus yang
baru akan memfasilitasi pengkondisian dari reaksi pendekatan atau penghindaran
anak terhadap stimulus. Reaksi emosional dalam situasi tertentu mungkin
dikondisikan dalam satu kali pemasangan stimuli.
Pengkondisian
Klasik di Ruang Kelas
Langkah penting dalam pengembangan apresiasi literatur,
seni, sains, dan mata pelajaran lainnya adalah mengasosiasikan pengalaman masa
lalu siswa dengan reaksi positif. Akan tetapi, masalahnya adalah reaksi
emosional negatif mungkin melekat pada beberapa situasi yang sama dan
menyebabkan perilaku penghindaran seperti apati dan “tidak memerhatikan”.
Salah satu strategi adalah menggunakan relasi yang sudah ada yang menimbulkan
reaksi positif. Strategi semacam itu terutama penting dalam situasi dimana
latar atau aktivitas khusus diperkirakan akan menimbulkan reaksi negatif.
Koneksionisme Edward Thorndike
Meskipun koneksionisme Edward Thorndike biasanya dirujuk sebagai teori
behavioris, ia berbeda dengan pengkondisian klasik dalam dua hal. Pertama,
Thorndike tertarik dengan proses mental, dan ia pertama-tama mendesain
eksperimennya untuk meneliti proses pemikiran binatang. Kedua, alih-alih
meriset reaksi refleks atau tidak sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri
atau sukarela. Pandangan Thorndike tidak segera diterima luas. Namun, saat
riset Thorndike semakin dikenal, ia menyebabkan munculnya banyak laboratorium
untuk melakukan penelitian perilaku hewan.
Prosedur
Eksperimental
Thorndike bereksperimen dengan anak ayam, anjing, ikan, kucing, dan monyet.
Prosedur eksperimen yang khas adalah membuat hewan harus keluar dari kurungan
untuk mendapatkan makanan. Ketika dikurung hewan sering melakukan berbagai
perilaku, seperti mencakar, menggigit, menggaruk, dan menggesek-gesekkan badan
ke sisi sangkar.Tidak lama kemudian hewan akan menekan tuas dan karenanya bisa
keluar untuk mendapatkan makanan. Berdasarkan data percobaan yang dicatat, dia
menyimpulkan bahwa respons melarikan diri pelan-pelan menjadi terasosiasikan
dengan situasi stimulus dalam belajar trial-end-error. Karena alasan
ini, teori Thorndike dideskripsikan sebagai teori asosiasi.
Hukum
Belajar
Thorndike pada awalnya mengidentifikasi tiga hukum belajar untuk
menjelaskan proses. Pertama, hokum efek (law of effects) menyatakan
bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi
antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan
melemahkan koneksi tersebut. Kedua, hokum latihan (law of
exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan
meningkatkan peluang respons yang benar. Ketiga, hokum kesiapan (law
of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut
sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”.
Aplikasi
ke Belajar di Sekolah
Thorndike mendasarkan
interpretasinya atas proses belajar pada studi perilaku. Namun, karena teorinya
juga mencakup referensi ke kejadian mental, teorinya berada di tengah-tengah
antara perspektif kognitif dan behaviorisme “murni” dari periset lain.
Menurutnya, koneksi antara ide-ide akan menghasilkan pengetahuan. Sistem
koneksi ini mencakup contoh spesifik. Aturan Thorndike untuk pengajaran
mengandung persyaratan untuk membangun koneksi antara stimuli dan respons.
Secara spesifik : a)jangan membentuk hubungan yang akan putus; dan
b)bentuk ikatan sedemikian rupa sehingga kelak perlu ditindaklanjuti. Thorndike
juga mendeskripsikan lima hukum minor yang merupakan upaya pertama untuk
menjelaskan kompleksitas kemampuan belajar manusia.
PS I KOLOGI
GESTALT
Fokus awal riset Gestalt adalah pengalaman persepsi. Menurut kisah, Max
Wertheimer, pendiri psikologi Gestalt, mendapat ide untuk riset ini saat
bepergian dari Vienna ke Jerman. Bersama dengan Kurt Koffka dan Wolfgang
Kohler, Wertheimer mengembangkan hukum persepsi dan mengaplikasikan konsep ini
ke belajar dan pemikiran.
Konsep Dasar
Psikologi Gestalt berfungsi sebagai penentang behaviorisme di pertengahan abad
ke-20. Psikolog Gestalt berpendapat bahwa yang diteliti seharusnya perilaku
molar, bukan molecular. Psikolog Gestalt fokus pada persepsi dalam belajar.
Organisme merespons keseluruhan ketimbang stimuli spesifik, organisasi stimuli
memengaruhi persepsi, dan individu membangun persepsi ketimbang hanya menerima
informasi secara pasif. Karakteristik tampilan stimulus yang memengaruhi
persepsi adalah komprehensivitas dan stabilitas gambaran (hokum Pragnanz), dan
karakteristik lain yang member kontribusi pada kelengkapan struktur atau pola.
Riset tentang Belajar dan
Pemecahan Masalah
Psikologi Gestalt member kontribusi
beberapa konsep untuk memahami pemecahan masalah. Mungkin yang paling terkenal
adalah kosep pemahaman (wawasan), yang melibatkan reorganisasi persepsi
seseorang untuk “melihat” solusi. Analisis kontemporer mengindikasikan bahwa
pemahaman kreatif pada masalah baru memerlukan kerja keras dan riset, periode
inkubasi, momen wawasan, dan pengkajian lebih lanjut. Dalam kehidupan
sehari-hari, wawasan terhadap masalah mungkin diperoleh lewat pengaturan kembali
beberapa aspek dari persoalan, elaborasi, dan relaksasi pembatas.
Kontribusi lain dari psikologi gestalt adalah pembedaan oleh Wertheimer atas
belajar arbitrer (tanpa makna) dan belajar bermakna, dan faktor-faktor lain
yang memengaruhi pemecahan masalah. Didalamnya mencakup pengidentifikasian
masalah untuk menyusun solusi yang memiliki nilai fungsional, peran penemuan
pemecahan masalah yang bermakna dengan panduan, dan menghindari pembatasan
pemecahan masalah. Hal-hal yang membatasi itu antara lain adalah kekakuan
fungsional, yakni ketidakmampuan untuk melihat elemen-elemen dari masalah
dengan cara baru, dan belenggu masalah, yakni kekakuan dalam memecahkan
masalah. Perkembangan lainnya adalah aplikasi konsep Gestalt ke formasi
kelompok sosial dan motivasi serta konsep belajar laten.
PERBANDINGAN ANTARA BEHAVIORISME DAN
TEORI GESTALT
Behaviorisme awal dari teori Gestalt berbeda pandangan filosofisnya tentang
belajar dalam hal identifikasi prinsip yang dapat diuji, pengandalan pada
observasi untuk verifikasi, dan aplikasi prinsip ke situasi nyata. Kedua teori
ini mengilustrasikan perkembangan pengetahuan melalui pengukuran yang akurat
dan riset dalam kondisi yang terkontrol.
Karakteristik Utama
|
Behaviorisme
|
Teori Gestalt
|
Asumsi
dasar
|
a)
Perilaku yang dapat diamati, bukan even sadar atau mental, harus dipelajari.
b)
Belajar adalah perubahan.
c)
Hubungan antara stimuli dan respons harus dipelajari.
|
Individu
bereaksi kepada sebuah kesatuan; karena itu, pemelajaran adalah organisasi
dan reorganisasi bidang sendoris. Kesatuan tersebut memiliki property baru
yang berbeda dari yang ada pada elemen tersebut.
|
Eksperimen
umum
|
a)
Trial and error : tikus menyusuri labirin; binatang keluar dari kandang.
b)
Respons emosional atau refleks : pemasangan stimulus.
|
Mengorganisasikan
kembali : subjek ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi
bagi solusi.
|
Formula
belajar
|
a)
Stimulus – respons – imbalan.
b)
Respons emosional.
|
Konstelasi
stimuli – organisasi – reaksi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar