Selasa, 02 Oktober 2012

Resume Bab 2 "Teori-teori Belajar Awal"

Nama Kelompok : 
Sarah Situmorang (09-078) 
Santri Tarigan (10-012)
Elienz Vidella (10-028)


Psikolog ingin mengembangkan sains pasti seperti fisika dan kimia, akan tetapi disiplin ini belum memiliki metode riset yang pasti. Dari sini lahir behavorisme, yang diperjuangkan oleh pendirinya, B.Watson. Beliau mencatat bahwa 50 tahun terakhir psikologi gagal menjadi ilmu pasti. Kemudian Beliau mengusulkan subjek studi umum perilaku yang dapat menyatukan semua psikolog.
Behaviorisme menjadi aliran dominan dari 1920-an hingga 1950-an, namun ia tidak sepenuhnya bebas dari penantang. Pendapat yang menantangnya, yakni psikologi Gestalt, menekankan pada pentingnya persepsi pemelajar dalam situasi pemecahan masalah dan karenanya ia membahas persoalan kognisi.

PENGKONDISIAN KLASIK DAN KONEKSIONISME
Dua pendekatan awal untuk mempelajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan koneksionisme. Keduanya memprioritaskan belajar dan berhasil mengolah berbagai perilaku dalam laboratorium.

Argumen Dasar Behaviorisme
Perubahan dalam masyarakat Amerika membuka jalan bagi studi perilaku (Lahey, 1992). Selain itu, filsafat Amerika yang baru muncul, pragmatism, menyebut konsekuensi (hasil) konkret sebagai batu uji untuk memvalidasi ide. Dengan kata lain, kebenaran adalah “hal-hal yang bisa dilakukan”.
Dalam konteks ini, John Watson mendukung studi perilaku. Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu untuk memprediksi respons yang ditimbulkan lewat stimulus, dan sebaliknya.Ketika tujuan ini tercapai, psikologi akan menjadi ilmu eksperimental objektif  (Watson, 1913). Selain itu, disiplin ini akan memberikan pengetahuan yang berguna bagi pendidik, ahli fisika, pemimpin bisnis, dan sebagainya.
Setelah mendalami studi perilaku, Watson menemukan riset reflleks-motorik dari psikolog Rusia V.M. Bekheterev. Karya Bekheterev adalah penting karena dia berhasil memanipulasi reaksi behavioral didalam laboratorium. Setelah membaca riset dan percaya bahwa control perilaku di dunia nyata akan segera dapat dilakukan, prediksi Watson ternyata keliru, tetapi pendapatnya sangat memengaruhi penggunaan metode riset dan pengukuran yang dilakukan para psikolog.

Asumsi Dasar
Istilah behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar.Asumsi itu adalah :
1.      Yang menjadi fokus studi seharusnya adalah perilaku yang dapat diamati,bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.
2.      Perilaku harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respons spesifik).
3.      Proses belajar adalah perubahan behavioral.

Pavlov dan Pengkondisian Klasik atau Refleks
Eksperimen terkenal terhadap refleks yang dilakukan di laboratorium Ivan Pavlov. Kisah riset Pavlov memperlihatkan seorang ilmuwan kesepian secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengontrol perilaku sederhana saat meneliti refleks keluarnya air liur anjing. Tetapi, Pavlov sebenarnya bukan ilmuwan penyendiri. Dia memimpin beberapa laboratorium, yang menghasilkan lebih dari 530 riset dari 1897 hingga 1936. Sebagai direktur laboratorium, Pavlov bertugas menentukan topik-topik riset untuk rekan kerja dan mahasiswanya dan memantau kerja mereka, namun dia sendiri jarang melakukan eksperimen (Todes,1997; Windholz,1997).

Pavlov dan Kaum Bolshevik
Masa-masa revolusi Bolshevik (1917-1921) adalah masa-masa sulit bagi Pavlov, keluarganya, dan laboratoriumnya. Pada Juni 1920, saat berusia 70 tahun, Pavlov menulis surat kepada pemerintah untuk minta izin beremigrasi. Karena ada larangan emigrasi ilmuwan yang dikenal di tingkat internasional, maka pemerintah member Pavlov status khusus. Dia menerima tunjangan hidup, jatah makanan yang ditentukannya sendiri, mendapat rekan kerja dan dukungan laboratorium (Todes, 1995).

Riset di Laboratorium Pavlov
Fokus dari riset yang diawasi oleh Pavlov adalah refleksi air liur anjing. Pavlov pada mulanya menyebut reaksi air liur ini sebagai reflex yang dikondisikan. Riset berikutnya oleh V.N. Boldyrev menemukan bahwa reflex air liur ini bisa dilatih untuk merespons (dikondisikan) objek-objek atau kejadian dari modalitas indrawi –suara, penglihatan, atau sentuhan.
Riset di laboratorium Pavlov ini penting karena dua sebab. Pertama, ia menunjukkan bahwa reaksi keluarnya air liur adalah refleks reaksi spontan yang terjadi secara otomatis ketika menerima stimulus tertentu. Kedua, mengubah relasi alamiah antara stimulus dan reaksi itu dianggap sebagai terobosan penting dalam studi perilaku.

Paradigma Pengkondisian Klasik
            Proses dimana kejadian atau stimuli mampu memicu respons dikenal sebagai refleks atau pengkondisian klasik.Terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pertama adalah pra-eksperimental atau relasi alami antara stimulus dan reaksi. Pada tahap kedua, periset memasangkan stimulus asli dengan stimulus baru yang tidak ada kaitannya dengan reaksi. Kemudian tahap ketiga, setelah beberapa kali pengulangan, yang disebut “percobaan”, stimulus baru itu dapat menimbulkan reaksi. Sebagai hasilnya, stimulus dikondisikan (CS) akan menimbulkan respons yang dikondisikan (CR). Ini disebut pengkondisian klasik.

Behaviorisme John Watson
            Watson memberi kontribusi pada perkembangan psikologi melalui tiga cara. Pertama, dia mengorganisasikan temuan riset pengkondisian kedalam perspektif baru, yakni behaviorisme, dan membujuk psikolog lain untuk memahami arti penting dari pendapatnya. Kedua, kontribusi asli dari karyanya adalah memperluas  metode pengkondisian klasik ke respons emosional manusia. Ketiga, karyanya meningkatkan status belajar sebagai topik dalam psikologi.

Teori Emosi
            Watson mengidentifikasi tiga reaksi emosional bayi yang bersifat naluriah. Artinya reaksi itu terjadi secara alami. Reaksi-reaksi tersebut adalah cinta, marah, dan takut. Watson tidak sepakat dengan metode psikoanalisis Freud untuk menemukan akar dari kehidupan emosi individu. Beliau berpendapat bahwa proses ini melibatkan pengkondisian atas tiga reaksi dasar terhadap situasi yang berbeda-beda. Juga, informasi tentang pengkondisian emosional harus didasarkan pada observasi behavioral yang dilakukan dilaboratorium.

Reaksi Emosional yang Dikondisikan
            Melalui asosiasi yang dipasangkan, reaksi positif dan negatif mungkin dapat dikondisikan untuk berbagai macam objek dan kejadian. Selain itu, riset terkini mengindikasikan bahwa reaksi parental yang dipasangkan dengan stimulus yang baru akan memfasilitasi pengkondisian dari reaksi pendekatan atau penghindaran anak terhadap stimulus. Reaksi emosional dalam situasi tertentu mungkin dikondisikan dalam satu kali pemasangan stimuli.

Pengkondisian Klasik di Ruang Kelas
Langkah penting dalam pengembangan apresiasi literatur, seni, sains, dan mata pelajaran lainnya adalah mengasosiasikan pengalaman masa lalu siswa dengan reaksi positif. Akan tetapi, masalahnya adalah reaksi emosional negatif mungkin melekat pada beberapa situasi yang sama dan menyebabkan perilaku penghindaran seperti apati dan “tidak memerhatikan”.
            Salah satu strategi adalah menggunakan relasi yang sudah ada yang menimbulkan reaksi positif. Strategi semacam itu terutama penting dalam situasi dimana latar atau aktivitas khusus diperkirakan akan menimbulkan reaksi negatif.

Koneksionisme Edward Thorndike
            Meskipun koneksionisme Edward Thorndike biasanya dirujuk sebagai teori behavioris, ia berbeda dengan pengkondisian klasik dalam dua hal. Pertama, Thorndike tertarik dengan proses mental, dan ia pertama-tama mendesain eksperimennya untuk meneliti proses pemikiran binatang. Kedua, alih-alih meriset reaksi refleks atau tidak sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri atau sukarela. Pandangan Thorndike tidak segera diterima luas. Namun, saat riset Thorndike semakin dikenal, ia menyebabkan munculnya banyak laboratorium untuk melakukan penelitian perilaku hewan.

Prosedur Eksperimental
            Thorndike bereksperimen dengan anak ayam, anjing, ikan, kucing, dan monyet. Prosedur eksperimen yang khas adalah membuat hewan harus keluar dari kurungan untuk mendapatkan makanan. Ketika dikurung hewan sering melakukan berbagai perilaku, seperti mencakar, menggigit, menggaruk, dan menggesek-gesekkan badan ke sisi sangkar.Tidak lama kemudian hewan akan menekan tuas dan karenanya bisa keluar untuk mendapatkan makanan. Berdasarkan data percobaan yang dicatat, dia menyimpulkan bahwa respons melarikan diri pelan-pelan menjadi terasosiasikan dengan situasi stimulus dalam belajar trial-end-error. Karena alasan ini, teori Thorndike dideskripsikan sebagai teori asosiasi.

Hukum Belajar
            Thorndike pada awalnya mengidentifikasi tiga hukum belajar untuk menjelaskan proses. Pertama, hokum efek (law of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut.  Kedua, hokum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang benar. Ketiga, hokum kesiapan (law of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”.

Aplikasi ke Belajar di Sekolah
            Thorndike mendasarkan interpretasinya atas proses belajar pada studi perilaku. Namun, karena teorinya juga mencakup referensi ke kejadian mental, teorinya berada di tengah-tengah antara perspektif kognitif dan behaviorisme “murni” dari periset lain. Menurutnya, koneksi antara ide-ide akan menghasilkan pengetahuan. Sistem koneksi ini mencakup contoh spesifik. Aturan Thorndike untuk pengajaran mengandung persyaratan untuk membangun koneksi antara stimuli dan respons. Secara spesifik : a)jangan membentuk hubungan yang akan putus; dan  b)bentuk ikatan sedemikian rupa sehingga kelak perlu ditindaklanjuti. Thorndike juga mendeskripsikan lima hukum minor yang merupakan upaya pertama untuk menjelaskan kompleksitas kemampuan belajar manusia.

PS I KOLOGI  GESTALT
            Fokus awal riset Gestalt adalah pengalaman persepsi. Menurut kisah, Max Wertheimer, pendiri psikologi Gestalt, mendapat ide untuk riset ini saat bepergian dari Vienna ke Jerman. Bersama dengan Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler, Wertheimer mengembangkan hukum persepsi dan mengaplikasikan konsep ini ke belajar dan pemikiran.

Konsep Dasar
            Psikologi Gestalt berfungsi sebagai penentang behaviorisme di pertengahan abad ke-20. Psikolog Gestalt berpendapat bahwa yang diteliti seharusnya perilaku molar, bukan molecular. Psikolog Gestalt fokus pada persepsi dalam belajar. Organisme merespons keseluruhan ketimbang stimuli spesifik, organisasi stimuli memengaruhi persepsi, dan individu membangun persepsi ketimbang hanya menerima informasi secara pasif. Karakteristik tampilan stimulus yang memengaruhi persepsi adalah komprehensivitas dan stabilitas gambaran (hokum Pragnanz), dan karakteristik lain yang member kontribusi pada kelengkapan struktur atau pola.

Riset tentang Belajar dan Pemecahan Masalah
            Psikologi Gestalt member kontribusi beberapa konsep untuk memahami pemecahan masalah. Mungkin yang paling terkenal adalah kosep pemahaman (wawasan), yang melibatkan reorganisasi persepsi seseorang untuk “melihat” solusi. Analisis kontemporer mengindikasikan bahwa pemahaman kreatif pada masalah baru memerlukan kerja keras dan riset, periode inkubasi, momen wawasan, dan pengkajian lebih lanjut. Dalam kehidupan sehari-hari, wawasan terhadap masalah mungkin diperoleh lewat pengaturan kembali beberapa aspek dari persoalan, elaborasi, dan relaksasi pembatas.
            Kontribusi lain dari psikologi gestalt adalah pembedaan oleh Wertheimer atas belajar arbitrer (tanpa makna) dan belajar bermakna, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi pemecahan masalah. Didalamnya mencakup pengidentifikasian masalah untuk menyusun solusi yang memiliki nilai fungsional, peran penemuan pemecahan masalah yang bermakna dengan panduan, dan menghindari pembatasan pemecahan masalah. Hal-hal yang membatasi itu antara lain adalah kekakuan fungsional, yakni ketidakmampuan untuk melihat elemen-elemen dari masalah dengan cara baru, dan belenggu masalah, yakni kekakuan dalam memecahkan masalah. Perkembangan lainnya adalah aplikasi konsep Gestalt ke formasi kelompok sosial dan motivasi serta konsep belajar laten.

PERBANDINGAN ANTARA BEHAVIORISME DAN TEORI GESTALT
            Behaviorisme awal dari teori Gestalt berbeda pandangan filosofisnya tentang belajar dalam hal identifikasi prinsip yang dapat diuji, pengandalan pada observasi untuk verifikasi, dan aplikasi prinsip ke situasi nyata. Kedua teori ini mengilustrasikan perkembangan pengetahuan melalui pengukuran yang akurat dan riset dalam kondisi yang terkontrol.

Karakteristik Utama
Behaviorisme
Teori Gestalt
Asumsi dasar
a) Perilaku yang dapat diamati, bukan even sadar atau mental, harus dipelajari.
b) Belajar adalah perubahan.
c) Hubungan antara stimuli dan respons harus dipelajari.
Individu bereaksi kepada sebuah kesatuan; karena itu, pemelajaran adalah organisasi dan reorganisasi bidang sendoris. Kesatuan tersebut memiliki property baru yang berbeda dari yang ada pada elemen tersebut.
Eksperimen umum
a) Trial and error : tikus menyusuri labirin; binatang keluar dari kandang.
b) Respons emosional atau refleks : pemasangan stimulus.
Mengorganisasikan kembali : subjek ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi.
Formula belajar
a) Stimulus – respons – imbalan.
b) Respons emosional.
Konstelasi stimuli – organisasi – reaksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar