Sabtu, 28 Mei 2011

Memahami Kepribadian Ganda Yang Kompleks

Mungkin tidak ada orang yang benar-benar bisa memahami masalah kepribadian ganda. Sebelum abad ke-20, gejala psikologi ini selalu dikaitkan dengan kerasukan setan. Namun, para psikolog abad ke-20 yang menolak kaitan itu menyebut fenomena ini dengan sebutan Multiple Personality Disorder (MPD). Berikutnya, ketika nama itu dirasa tidak lagi sesuai, gejala ini diberi nama baru, Dissociative Identity Disorder (DID).

DID atau kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda. Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda. Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil.

Untuk memahami bagaimana banyak identitas bisa terbentuk di dalam diri seseorang, maka terlebih dahulu kita harus memahami arti dari Dissociative (disosiasi).
Disosiasi
Pernahkah kalian mendapatkan pengalaman seperti ini: Ketika sedang bertanya mengenai sesuatu hal kepada sahabat kalian, kalian malah mendapatkan jawaban yang tidak berhubungan sama sekali. Jika pernah, maka saya yakin, ketika mendapatkan jawaban itu, kalian akan berkata "Nggak nyambung!".
Disosiasi secara sederhana dapat diartikan sebagai terputusnya hubungan antara pikiran, perasaan, tindakan dan rasa seseorang dengan kesadaran atau situasi yang sedang berlangsung. Proses terbentuknya kepribadian ganda ketika kita dewasa, kita memiliki karakter dan kepribadian yang cukup kuat dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan

Salah satu kasus kepribadian ganda yang ternama, yaitu Sybil, disebut memiliki 16 identitas yang berbeda. Menurut psikolog, jumlah identitas berbeda ini bisa lebih banyak pada beberapa kasus, bahkan hingga mencapai 100. Masing-masing identitas itu memiliki nama, umur, jenis kelamin, ras, gaya, cara berbicara dan karakter yang berbeda. Setiap karakter ini bisa mengambil alih pikiran sang penderita hanya dalam tempo beberapa detik. Proses pengambilalihan ini disebut switching dan biasanya dipicu oleh kondisi stres.

Ketika membaca paragraf-paragraf di atas, mungkin kalian segera teringat dengan salah seorang teman sekolah kalian yang suka mengubah-ubah penampilannya. Bagi kalian, sepertinya ia memiliki identitas yang berbeda. Atau mungkin kalian teringat dengan salah seorang teman kalian yang biasa tersenyum, namun secara tiba-tiba bisa dikuasai oleh emosi. Ketika amarahnya meledak, kalian bisa melihat wajahnya tiba-tiba berubah menjadi seperti "serigala". Bagi kalian, sepertinya identitas baru yang penuh amarah telah menguasainya.

Apakah mereka pengidap DID?
Bagaimana cara kita mengetahuinya?

Jawabannya adalah pada identitas yang menyertai perubahan penampilan atau emosi tersebut.
Misalkan teman kalian yang suka mengubah penampilan atau sering mengalami perubahan emosi tersebut bernama Edward. Jika ia mengubah penampilan atau mengalami perubahan emosi dan masih menganggap dirinya sebagai Edward, maka ia bukan penderita DID.

Untuk mengerti lebih dalam bagaimana cara membedakannya, lihat empat ciri di bawah ini. Jika di dalam diri seseorang terdapat empat ciri ini, maka bisa dipastikan kalau ia mengidap DID atau kepribadian ganda.
Ciri-ciri tersebut adalah:
o Harus ada dua atau lebih identitas atau kesadaran yang berbeda di dalam diri orang tersebut.
o Kepribadian-kepribadian ini secara berulang mengambil alih perilaku orang tersebut (Switching).
o Ada ketidakmampuan untuk mengingat informasi penting yang berkenaan dengan dirinya yang terlalu luar biasa untuk dianggap hanya sebagai lupa biasa.
o Gangguan-gangguan yang terjadi ini tidak terjadi karena efek psikologis dari substansi seperti alkohol atau obat-obatan atau karena kondisi medis seperti demam.
Dari empat poin ini, poin nomor 3 memegang peranan sangat penting.
98 persen mereka yang mengidap DID mengalami amnesia ketika sebuah identitas muncul (switching). Ketika kepribadian utama berhasil mengambil alih kembali, ia tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi ketika identitas sebelumnya berkuasa.
Adapun kasus yang paling terkenal mengenai kepribadian ganda ini adalah Kasus Sybil Isabel Dorsett.
Salah satu kasus paling terkenal dalam hal kepribadian ganda adalah kasus yang dialami oleh Shirley Ardell Mason. Untuk menyembunyikan identitasnya, Cornelia Wilbur, sang psikolog yang menanganinya dan menulis buku mengenainya, menggunakan nama samaran Sybil Isabel Dorsett untuk menyebut Shirley. Dalam sesi terapi yang dilakukan oleh Cornelia, terungkap kalau Sybil memiliki 16 kepribadian yang berbeda, diantaranya adalah Clara, Helen, Marcia, Vanessa, Ruthi, Mike (Pria), Sid (Pria) dan lain-lain. Menurut Cornelia, 16 identitas yang muncul pada diri Sybil berasal dari trauma masa kecil akibat sering mengalami penyiksaan oleh ibunya.
Kisah Sybil menjadi terkenal karena pada masa itu kelainan ini masih belum dipahami sepenuhnya. Bukunya menjadi best seller pada tahun 1973 dan sebuah film dibuat mengenainya. Namun, pada tahun-tahun berikutnya, keabsahan kelainan yang dialami Sybil mulai dipertanyakan oleh para psikolog.

Menurut Dr.Herbert Spiegel yang juga menangani Sybil, 16 identitas yang berbeda tersebut sebenarnya muncul karena teknik hipnotis yang digunakan oleh Cornelia untuk mengobatinya. Bukan hanya itu, Cornelia bahkan menggunakan Sodium Pentothal (serum kejujuran) dalam terapinya. Dr.Spiegel percaya kalau 16 identitas tersebut diciptakan oleh Cornelia dengan menggunakan hipnotis. Ini sangat mungkin terjadi karena Sybil ternyata seorang yang sangat sugestif dan gampang dipengaruhi. Apalagi ditambah dengan obat-obatan yang jelas dapat membawa pengaruh kepada syarafnya. Kasus ini mirip dengan penciptaan false memory dalam pengalaman alien abduction yang pernah saya posting sebelumnya. Pendapat Dr.Spiegel dikonfrimasi oleh beberapa psikolog dan peneliti lainnya.
Peter Swales, seorang penulis yang pertama kali berhasil mengetahui kalau Sybil adalah Shirley juga setuju dengan pendapat ini. Dari hasil penyelidikan intensif yang dilakukannya, ia percaya kalau penyiksaan yang dipercaya dialami oleh Sybil sesungguhnya tidak pernah terjadi. Kemungkinan, semua ingatan mengenai penyiksaan itu (yang muncul karena sesi hipnotis) sebenarnya hanyalah ingatan yang ditanamkan oleh sang terapis, Cornelia Wilbur.
Jadi, bagi sebagian psikolog, DID tidak lain hanyalah sebuah false memory yang tercipta akibat pengaruh terapi hipnotis yang dilakukan oleh seorang psikolog. Tidak ada bukti kalau pengalaman traumatis bisa menciptakan banyak identitas baru di dalam diri seseorang.

Menurut Dr.Philip M Coons:
"Hubungan antara penyiksaan atau trauma masa kecil dengan Multiple Personality Disorder sesungguhnya tidak pernah dipercaya sebelum kasus Sybil"
Dengan kata lain, jika kasus Sybil hanyalah sebuah false memory, maka runtuhlah seluruh teori dissosiasi dalam hubungannya dengan kelainan kepribadian ganda. Ini juga berarti kalau kelainan kepribadian ganda sesungguhnya tidak pernah ada. Perdebatan ini masih terus berlanjut hingga saat ini dan saya percaya kedua pihak memiliki alasan yang sama kuat. Jika memang DID benar-benar ada dan hanya merupakan gejala psikologi biasa, mengapa masih ada hal-hal yang masih belum bisa dijelaskan oleh para psikolog?

Kasus yang lainnya adalah kasus Billy Milligan yang dianggap sebagai kasus DID yang paling menarik. Billy adalah seorang mahasiswa yang dihukum karena memperkosa beberapa wanita. Dalam sesi pemeriksaan kejiwaan, ditemukan 24 identitas berbeda dalam dirinya. Identitas yang mengaku bertanggung jawab atas tindakan pemerkosaan itu adalah seorang wanita. Identitas lain bernama Arthur yang merupakan orang Inggris dan memiliki pengetahuan luas. Dalam interogasi, Arthur ternyata bisa mengungkapkan keahliannya dalam hal medis, padahal Billy tidak pernah mempelajari soal-soal medis. Menariknya, Arthur ternyata lancar berbahasa Arab. Bahasa ini juga tidak pernah dipelajari oleh Billy. Identitas lain bernama Regan bisa berbicara dalam bahasa Serbia Kroasia. Billy juga tidak pernah mempelajari bahasa ini. Bagaimana Billy bisa berbicara dalam semua bahasa itu jika ia tidak pernah mempelajarinya? Misteri ini belum terpecahkan hingga hari ini. Kecuali tentu saja kalau kita menganggap Billy hanya mengalami kasus kerasukan setan dan tidak menderita DID.

Selasa, 17 Mei 2011

Motivasi Siswa Kelas XII SMA Dalam Mengikuti Bimbingan Intensive di BT/BS Medica Medan Agar Lulus Ujian Masuk PTN

★Untuk Laporan Tugas Mini Proyek Psikologi Pendidikan
Lihat disini
★Untuk Poster Tugas Mini Proyek Psikologi Pendidikan
Lihat disini


Tim Penyusun:
Santri Permana Tarigan (10 – 012)
M. Irfan Nasution (10 – 068)
Tota Fierda Ria A.S. (10 – 092)
Hespita Nora Sidabutar (10 – 096)
Putri Ratnaiskana P. (10 – 126)

TESTIMONI ANGGOTA KELOMPOK

Santri Permana
Saya merasa senang terhadap para siswa yang aktif merespon, dan itu menjadi pelajaran bagi saya untuk selalu menghargai dan responsif terhadap orang lain. Semangat....! :)




M. Irfan Nasution
Good job.... I like it. :D

Tota Fierda
Selama melakukan tugas mini proyek ini, saya merasa kesabaran sangat dibutuhkan. Terlebih lagi saat berhadapan dengan para responden, saya serasa ingin marah melihat para responden yang seakan-akan tidak peduli dalam pengisian angket. Akhir kata, tugas mini proyek ini memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian. ^-^




Hespita Nora
Butuh perjuangan keras untuk akhirnya bisa menyelesaikan penyusunan laporan tugas mini proyek di mata kuliah Psikologi Pendidikan ini. Namun, pada akhirnya memberikan pelajaran tersendiri bagi kita sebagai pemula.
Satu kata buat tugas ini, “Woow...” ^_^



Putri Ratnaiskana
Sungguh sebuah pengalaman baru yang cukup berkesan bagi saya. Benar-benar butuh pengorbanan untuk bisa menyelesaikan tugas mini proyek ini. Meskipun berbagai macam perasaan bercampur aduk membaur menjadi satu, namun secara keseluruhan saya sangat menikmatinya.
Never say Give Up.. ^^

*Thank You*

Rabu, 11 Mei 2011

Andragogi

Andragogi pada mulanya diartikan sebagai seni dan ilmu yang bertugas untuk membantu dewasa belajar. Istilah tersebut dewasa ini mendefinisikan suatu alternatif terhadap pedagogi dan mengacu kepada pendidikan yang berfokuskan pada siswa untuk semua umur. Model andragogi menegaskan bahwa lima permasalahan yang harus diperhatikan dan dibahas dalam pembelajaran formal. Mereka adalah :
1). Dibiarkan siswa mengenal sesuatu kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari
2). Peragakan pada siswa bagaimana untuk mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi
3). Hubungakan topik tersebut dengan pengalaman siswa itu sendiri
4). Orang tidak akan belajar apa-apa kecuali jika mereka siap dan termotivasi untuk belajar
5). Dan sesuatu yang sering, perlu membantu mereka jika ditemui kendala seperti sikap dan kepercayaan tentang pembelajaran.

Sayangnya, andragogi disebut dalam teks pendidikan sebagai cara dewasa belajar. Knowels sendiri mengaku bahwa 4 dari kunci asumsi andragogi terterapkan secara seimbang baik itu untuk anak-anak atau dewasa. Perbedaan yang mendasar yaitu anak-anak memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari pada orang dewasa.

Dalam jaman informasi ini, implikasi dari suatu gerakan dari yang berbasiskan guru menjadi yang berbasiskan siswa sesuatu hal yang mengagetkan. Penundaan atau menekan gejolak ini akan memperlambat kemampuan kita untuk belajar/mempelajari teknologi baru atau dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang kompetitif.

Bagaimana kita dapat mengharapkan menganalisa dan mensintesakan informasi seperti itu jika kita berpaling pada yang lainnya untuk menetapkan apa yang seharusnya dipelajari, dan bagaimana yang harus/akan dipelajari dan kapan yang akan dipelajari ?

Meskipun cucu-cucu kirta mungkin saja bebas dari biasnya pedagogi, namun sebagian besar dewasa hari ini tidak ditawarkan kemewahan seperti itu. Untuk sukses, kita harus meninggalkan atau melepaskan ketergantungan kita pada guru kita.

Kita harus melakukannya sendiri untuk memenuhi pembelajaran kita sendiri dan menuntut sipenyelenggara pelatihan melakukan hal yang serupa. Untuk mengetahui tuntutan kita, kita harus tahu bagaimana memproses informasi.

Sumber :
http://klubhausbuku.wordpress.com/2008/06/07/pengenalan-andragogi-pedagogi/

Pedagogi

Secara literal Pedagogi berarti seni dan ilmu pengetahuan tentang mendidik anak-anak dan sering digunakan sebagai sebuah sinonim untuk suatu pengajaran. Secara lebih tepatnya, Pedagogi mewujudkan pendidikan yang berfokuskan guru. Dalam suatu model pedagogi, guru memikul tanggungjawab untuk membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, dan bagaimana ia akan dipelajari, dan kapan ia akan dipelajari. Guru mengarahkan pembelajaran.

Jhon Dewey percaya bahwa sekolah formal telah jatuh dan kehilangan potensinya. Dewey menekankan pembelajaran melalui kegiatan yang bervariasi dari pada suatu pembelajaran di mana kurikulum diatur guru secara tradisonal. Ia percaya bahwa, anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman yang terpadu dari pada instruksi yang bersifat autoritarian. Ia yakin berasal dari suatu filsafat pendidikan yang berfokuskan pada pelajar. Ia memegang prinsip bahwa pembelajaran adalah hidup itu sendiri dan bukan hanya membuat persiapan terhadap pendidikan itu sendiri.
Pendidikan dewasa juga telah menjadi korban dari model yang dipusatkan pada guru. Pada tahun 1926, Asosiasi Pendidikan Dewasa Amerika mulai dan dengan cepat mengkaji cara yang lebih baik untuk mendidik orang dewasa. Yang dipengaruhi oleh Dewey, Edwar C. Linderman menulis dalam arti dari pendidikan dewasa.

Sistem akademik kita telah tumbuh dengan tatanan yang berlawanan arah. Subjek dan guru merupakan titik awal. Sedangkan pelajar menjadi sesuatu yang di nomor duakan. Di dalam pendidikan yang konvensional si pelajar dituntut untuk menyesuaikan dirinya kepada suatu kurikulum yang telah terbuat secara baku. Sangat banyak pembelajaran terdiri dari pergantian “vicarious” (seperti merasakan sendiri dari pengalaman orang lain) dari penglaman seseorang dan ilmu pengetahuan seseorang. Ilmu psikologi mengajarkan kita bahwa kita belajar apa yang kita lakukan …. Pengalaman adalah texs book pembelajaran yang paling hidup bagi pelajar.

Sayangnya, hanya beberapa dari teori Dewey dan Linderman dapat diterapkan dalam pembelajaran modern baik itu untuk anak-anak maupun dewasa. Satu abad setelah Dewey mengusulkan pendidikan yang berfokuskan pada siswa, hampir semua pendidikan formal juga masih berfokuskan pada guru. Sebagai akibatnya, banyak pelajar meninggalkan sekolah dan kehilangan minat dalam pembelajaran. Bahkan seorang guru yang berniat baikpun dapat memadamkan insting pembelajaran yang bersifat alami dengan mengontrol lingkungan pembelajaran. Dengan orang dewasa, beberapa memandang pembelajaran sebagai suatu kegiatan yang melahkan dan membosankan.

Sumber :
http://klubhausbuku.wordpress.com/2008/06/07/pengenalan-andragogi-pedagogi/

Selasa, 03 Mei 2011

Ada Apa Dengan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia ?

"What's Wrong with The Early Childhood Education in Indonesia?" Begitu judul acara seminar kecil bersama Profesor Sandralyn Byrnes dari Royal Tots Academy yang digelar saat event Giggle Playgroup Day 2011, gelaran Miniapolis & Giggle Management, Jumat, 11 Februari 2011.

Apa yang salah dengan pendidikan anak usia dini di Indonesia? Saat ini sudah ada begitu banyak lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini yang berdiri di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Mulai dari yang bersertifikasi internasional, berlatar agama, hingga lainnya. Begitu banyaknya penawaran dan embel-embel tersebut, tak heran orangtua kebingungan harus memilih yang mana yang tepat untuk anak.

Selama 7 tahun meriset dan mencari tahu mengenai proses pendidikan anak usia dini di Indonesia, Byrnes menemukan beberapa hal yang mengganjal. "Pertama, pendidikan anak usia dini tidak memiliki kurikulum yang universal," ungkap Byrnes yang merupakan kepala sekolah Royal Tots Academy, Kuningan, Jakarta. Tidak adanya standar universal membuat begitu banyak sekolah untuk anak usia dini yang bermunculan. "Belum ada yang membuat batasan, di usia anak sekian, ia harus sudah bisa melakukan apa saja. Jadi, beda sekolah, beda standar. Padahal tak sedikit yang menggunakan embel-embel 'internasional'. Embel-embel tersebut ternyata tidak menjadi jaminan kualitasnya," papar Byrnes yang diberi gelar sebagai Australia's & International Teacher of the Year.

"Namun, pada umumnya, kita semua tahu bahwa pendidikan anak usia dini itu penting, karena di usia inilah anak membentuk pendidikan yang paling bagus. Di usia inilah anak-anak harus membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah dan masa depan. Investasi terbaik yang bisa Anda berikan untuk anak-anak adalah persiapan pendidikan mereka di usia dini," terang Byrnes yang berasal dari Australia ini.

Lebih lanjut, Byrnes mengungkapkan salah satu hal yang membuatnya kecewa adalah sering terjadi power struggle (tarik-ulur kekuatan) antara anak dengan gurunya. Ini bisa menjadi indikasi bahwa kurikulum atau cara guru mengajar membuat anak tidak merasa kerasan. Seharusnya sumber daya pengajar memiliki pengetahuan bagaimana cara menghadapi anak-anak, karena setiap anak berbeda.

Menurut Byrnes, beberapa lembaga pendidikan usia dini yang ia datangi di Indonesia tidak konsisten. Bahkan, beberapa sekolah anak usia dini yang ia temui memperbolehkan pengasuhnya ikut ke dalam kelas. "Buat saya, pengasuh mengambil alih otoritas orangtua. Saya tidak menyarankan pengasuh ke dalam ruang kelas. Ada alasannya. Anak-anak harus belajar mandiri. Saya pernah melihat dalam kelas ada seorang anak yang selalu dipangku pengasuhnya. Begitu guru mengajaknya belajar, ia malah memeluk pengasuh dan menolak diajak guru. Artinya, mereka tidak berani melakukan sesuatu. Anak-anak usia dini seharusnya pengambil risiko," terang Byrnes.

Byrnes mengungkap kembali bahwa saat ini pendidikan anak usia dini di Indonesia belum merata, bahkan sertifikasinya pun tidak menjadi jaminan. "Jika Anda mau pendidikan yang terbaik untuk anak-anak, maka pencarian sekolah pendidikan anak usia dini menjadi pekerjaan rumah terpenting para orangtua. Cari dengan hati-hati, jangan tergesa-gesa," sarannya.

Perlu diketahui lagi, ungkap Byrnes, pendidikan anak usia dini di Indonesia tidak sama, karena tidak disubsidi pemerintah seperti kebanyakan negara lain. "Karena itu, lihatlah uang sekolah untuk anak di usia dini sebagai investasi. Ketahuilah bahwa proses pendidikan anak tidak dimulai dari sekolah dasar, tetapi dari 18 bulan," ungkap Byrnes

Yang jadi masalah di lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia, tegas Byrnes, adalah kurangnya pelatihan guru-guru agar terus menjadi lebih baik, tak adanya kerjasama antara sekolah dengan orangtua, dan kurang kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini lainnya.

sumber :
http://female.kompas.com/read/2011/02/12/19564528/Ada.Apa.dengan.Pendidikan.Anak.Usia.Dini.di.Indonesia.