Selasa, 19 April 2011

Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah

A. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

Sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak, yaitu kemampuan dan kecakapan membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan umum serta perkembangan kepribadian, yaitu sikap terbuka terhadap orang lain, penuh inisiatif, kreatifitas, dan kepemimpinan, ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi anak. Proses yang terpenting dalam pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru, mengembangkan kemampuan anak untuk memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang. Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh anak, tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan, minat dan kemampuan yang harus berkembang.

Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan karena:
a. kepribadian anak masih luwes, belum menemukan banyak masalah hidup, mudah terbentuk dan masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukan bahwa hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat, untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.

B. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah

Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilan akademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dipungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja. Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. Merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal.
• Dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis
• Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak
• Menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu
• Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup.

Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa bolos, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum. Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar