Pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus baik yang dilayani lewat pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus masih minim. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang menyandang beragam masalah ketunaan, hingga saat ini baru sekitar 20 persen dari 346.800 anak lebih yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus.
Menururt Eko Djatmiko Sukarso, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya meliputi penyandang cacat yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa. Pendidikan dengan cara yang khusus atau dinamakan pendidikan layanan khusus (PLK) juga dibutuhkan untuk melayani anak-anak cerdas istimewa/berbakat istimewa, anak-anak tenaga kerja indonesia (TKI) di daerah perbatasan dan luar negeri, anak-anak jalanan, anak-anak di dalam lembaga tahanan masyarakat, anak-anak korban bencana alam, anak-anak yang menderita HIV/AIDS, anak-anak pelacur, anak-anak korban perdagangan orang, hingga anak-anak suku terasing.
Untuk anak-anak cerdas/berbakat istimewa yang diperkirakan jumlahnya sekitar 2,2 persen dari jumlah anak usia sekolah, baru sekitar 0,43 persen yang terlayani lewat pendidikan di kelas-kelas akselerasi. Sekitar 1 juta lebih anak-anak bangsa yang cerdas/berbakat istimewa yang potensial untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahauan dan teknologi, seni, budaya, dan bidang-bidang lainnya yang bisa mendukung kemajuan bangsa di masa depan belum menikmati pendidikan sesuai kebutuhan mereka.
Meskipun masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang belum terlayani, kata Eko, justru alokasi dana untuk layanan pendidikan itu sangat kecil. Bahkan, untuk tahun depan, dana pendidikan jenis ini anggarannya dipotong sepertiga dari kebutuhan riilnya. "Tetapi dengan dana terbatas, kami tetap berusaha untuk bisa mengembangkan sekolah-sekolah model untuk membuktikan pada masyarakat sekitar, bawa anak-anak ini bisa berkembang asal diberi kesempatan yang sama, termasuk dalam pendidikan" kata Eko.
Bekali keterampilan dan teknologi informasi
Pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus ditekankan pada penguasaan keterampilan-keterampilan dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Upaya tersebut sebagai langkah untuk meningkatkan kompetensi anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa mandiri dengan mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Namun, kata Eko, orientasi pembelajaran anak-anak berkebutuhan khusus untuk lebih menguasai keterampilan-keterampilan dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) itu hingga saat ini masih menghadapi kendala. Selain minimnya sarana dan prasarana workshop beragam keterampilan, persoalan yang cukup serius adalah kurangnya guru-guru yang mampu mengajarkan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan dalam pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di seluruh Indonesia.
Dalam peningkatan penguasaan TIK bagi anak-anak berkebutuhan khusus, kata Eko, pihaknya mendapat dukungan dari perusahaan-perusahaan TIK. Salah satunya IBM yang memiliki program memperkenalkan teknologi informasi sejak usia dini.
"Kita harus memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk menguasai TI yang terus berkembang dan dibutuhkan dalam hidup. Bukan saja untuk memudahkan cara belajar, tapi juga untuk membuat anak-anak ini mampu berkompetisi dalam dunia kerja nanti. Perusahaan-perusahan, seperti yang dilakukan IBM, mesti punya kebijakan untuk juga menerima karyawan berkebutuhan khusus," Suryo Suwignjo, Presiden Direktur IBM Indonesia.
Menurur Suryo, dalam pengenalan TI pada anak-anak berkebutuhan khusus, tantangan terbesar adalah menyiapkan para guru. "Kami bukan hanya menyediakan alat-alat TI. Tetapi juga melatih guru dan membutakan kurikulum supaya peralatan TI yang ada di sekolah benar-benar dimanfaatkan optimal," ujar Suryo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar