Selasa, 26 April 2011

Perbedaan Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah

Istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering dipertukarkan karena psikologi pendidikan juga berkecimpung di ranah sekolah. Sebenarnya Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Berikut ini perbedaan keduanya.

1. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah. Psikologi pendidikan mengambil masalah-masalah yang dialami oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah kesulitan belajar atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan faktor-faktor social yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar. Psikolog pendidikan biasa bekerja di lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang tua, guru dan profesional lainnya). Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah familier dengan pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi perilaku, humanistik, kognitif dan psikoanalis.

Tugas dari psikolog pendidikan meliputi :
• Mengembangkan dan mendukung program pengelolaan terapi dan perilaku
• Merancang dan mengembangkan kursus untuk orang tua, guru dan lain-lain yang terlibat dengan pendidikan anak-anak dan remaja
• Merancang dan mengembangkan proyek-proyek yang melibatkan anak-anak dan kaum muda
• Menasihati, membujuk dan mendukung guru, orangtua dan professional pendidikan lainnya
• Penghubung dengan profesional lain dan memfasilitasi pertemuan, diskusi dan kursus
• Mengembangkan dan meninjau kebijakan-kebijakan
• Melakukan penelitian aktif

2. Psikologi Sekolah
Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Seorang Psikolog sekolah harus mampu meningkatkan kualitas sekolah. Selain itu, Psikolog sekolah bisa memberikan penilaian intelegensia guru, inovasi guru dalam mengajar, dan lain sebagainya.

Tugas dari Psikolog Sekolah meliputi :
• Berkonsultasi dengan guru, orang tua, administrator, dan masyarakat penyedia kesehatan mental tentang belajar, sosial, dan masalah perilaku
• Terlibat dalam kegiatan sekolah dalam aktivitas menyehatkan
• Membantu pendidik dalam membuat suasana aman, kelas sehat dan lingkungan sekolah yang tenang
• Menilai dan mengevaluasi berbagai masalah yang berkaitan sekolah dan aset anak dan remaja di sekolah yang ditugaskan
• Intervensi langsung dengan siswa dan keluarga melalui konseling individu, kelompok pendukung, dan pelatihan keterampilan
• Mengkomunikasikan hasil evaluasi psikologis untuk orang tua, guru, dan lain-lain sehingga mereka dapat memahami sifat kesulitan siswa dan bagaimana untuk melayani kebutuhan

Sumber :
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/psikologi-pendidikan-sub-disiplin-ilmu-psikologi/
http://www.today.co.id/read/2011/04/01/21786/psikolog_sekolah_bisa_gantikan_peran_guru_bk
http://ibanezs.multiply.com/journal/item/6/ilmu_psikologi

Selasa, 19 April 2011

Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah

A. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

Sekolah dasar bertanggung jawab memberikan pengalaman-pengalaman dasar kepada anak, yaitu kemampuan dan kecakapan membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan umum serta perkembangan kepribadian, yaitu sikap terbuka terhadap orang lain, penuh inisiatif, kreatifitas, dan kepemimpinan, ketrampilan serta sikap bertanggung jawab guru sekolah dasar memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu perkembangan social pribadi anak. Proses yang terpenting dalam pentingnya bimbingan adalah proses penemuan diri sendiri. Hal tersebut akan membantu anak mengadakan penyesuaian terhadap situasi baru, mengembangkan kemampuan anak untuk memahami diri sendiri dan meerapkannya dalam situasi mendatang. Bimbingan bukan lagi suatu tindakan yang bersifat hanya mengatasi setiap krisis yang dihadapi oleh anak, tetapi juga merupakan suatu pemikiran tentang perkembangan anak sebagai pribadi dengan segala kebutuhan, minat dan kemampuan yang harus berkembang.

Tuntutan untuk mengadakan identifikasi secara awal diakui kebenarannya oleh para ahli bimbingan karena:
a. kepribadian anak masih luwes, belum menemukan banyak masalah hidup, mudah terbentuk dan masih akan banyak mengalami perkembangan.
b. orang tua murid sering berhubungan dengan guru dan mudah dibentuk hubungan tersebut,orang tua juga aktif pendidikan anaknya disekolah.
c. masa depan anak masih terbuka sehingga dapat belajar mengenali diri sendiri dan dapat menghadapi suatu masalah dikemudian hari.
Konsep psikologi belajar mengenai kesiapan belajar menunjukan bahwa hambatan pendidikan dapat timbul jika kurikulum diberikan kepada anak terlalu cepat/terlalu lambat, untuk menghadapi perubahan dan perkembangan pendidikan yang terus menerus perlu adanya penyuluhan untuk menumbahkan motivasi dan menciptakan situasi balajar dengan baik sehingga diperoleh kreatifitas dan kepemimpinan yang positif pada aktrifitas melalui penyuluhan kepada orang tua dan murid.

B. Bimbingan Konseling di Sekolah Mengah

Tujuan pendidikan menengah acap kali dibiaskan oleh pandangan umum; demi mutu keberhasilan akademis seperti persentase lulusan, tingginya nilai Ujian Nasional, atau persentase kelanjutan ke perguruan tinggi negeri. Kenyataan ini sulit dipungkiri, karena secara sekilas tujuan kurikulum menekankan penyiapan peserta didik (sekolah menengah umum/SMU) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau penyiapan peserta didik (sekolah menengah kejuruan/SMK) agar sanggup memasuki dunia kerja. Penyiapan peserta didik demi melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi akan melulu memperhatikan sisi materi pelajaran, agar para lulusannya dapat lolos tes masuk perguruan tinggi. Akibatnya, proses pendidikan di jenjang sekolah menengah akan kehilangan bobot dalam proses pembentukan pribadi. Betapa pembentukan pribadi, pendampingan pribadi, pengasahan nilai-nilai kehidupan (values) dan pemeliharaan kepribadian siswa (cura personalis) terabaikan. Peran konselor dengan lembaga bimbingan konseling (BK) direduksi sekadar sebagai polisi sekolah. Bimbingan konseling yang sebenarnya paling potensial menggarap pemeliharaan pribadi-pribadi, ditempatkan dalam konteks tindakan-tindakan yang menyangkut disipliner siswa. Memanggil, memarahi, menghukum adalah proses klasik yang menjadi label BK di banyak sekolah. Dengan kata lain, BK diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. Merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal.
• Dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis
• Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak
• Menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu
• Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup.

Empat peran di atas dapat efektif, jika BK didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa bolos, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan BK optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum. Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah menengah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan. Namun, jika melakukan hal-hal yang positif atau kebaikan, kering pujian, sanjungan atau peneguhan. Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.

Selasa, 12 April 2011

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Masih Minim

Pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus baik yang dilayani lewat pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus masih minim. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang menyandang beragam masalah ketunaan, hingga saat ini baru sekitar 20 persen dari 346.800 anak lebih yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah khusus.

Menururt Eko Djatmiko Sukarso, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya meliputi penyandang cacat yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah luar biasa. Pendidikan dengan cara yang khusus atau dinamakan pendidikan layanan khusus (PLK) juga dibutuhkan untuk melayani anak-anak cerdas istimewa/berbakat istimewa, anak-anak tenaga kerja indonesia (TKI) di daerah perbatasan dan luar negeri, anak-anak jalanan, anak-anak di dalam lembaga tahanan masyarakat, anak-anak korban bencana alam, anak-anak yang menderita HIV/AIDS, anak-anak pelacur, anak-anak korban perdagangan orang, hingga anak-anak suku terasing.

Untuk anak-anak cerdas/berbakat istimewa yang diperkirakan jumlahnya sekitar 2,2 persen dari jumlah anak usia sekolah, baru sekitar 0,43 persen yang terlayani lewat pendidikan di kelas-kelas akselerasi. Sekitar 1 juta lebih anak-anak bangsa yang cerdas/berbakat istimewa yang potensial untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahauan dan teknologi, seni, budaya, dan bidang-bidang lainnya yang bisa mendukung kemajuan bangsa di masa depan belum menikmati pendidikan sesuai kebutuhan mereka.

Meskipun masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang belum terlayani, kata Eko, justru alokasi dana untuk layanan pendidikan itu sangat kecil. Bahkan, untuk tahun depan, dana pendidikan jenis ini anggarannya dipotong sepertiga dari kebutuhan riilnya. "Tetapi dengan dana terbatas, kami tetap berusaha untuk bisa mengembangkan sekolah-sekolah model untuk membuktikan pada masyarakat sekitar, bawa anak-anak ini bisa berkembang asal diberi kesempatan yang sama, termasuk dalam pendidikan" kata Eko.

Bekali keterampilan dan teknologi informasi

Pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus ditekankan pada penguasaan keterampilan-keterampilan dan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Upaya tersebut sebagai langkah untuk meningkatkan kompetensi anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa mandiri dengan mengembangkan potensi yang mereka miliki.

Namun, kata Eko, orientasi pembelajaran anak-anak berkebutuhan khusus untuk lebih menguasai keterampilan-keterampilan dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) itu hingga saat ini masih menghadapi kendala. Selain minimnya sarana dan prasarana workshop beragam keterampilan, persoalan yang cukup serius adalah kurangnya guru-guru yang mampu mengajarkan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan dalam pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di seluruh Indonesia.

Dalam peningkatan penguasaan TIK bagi anak-anak berkebutuhan khusus, kata Eko, pihaknya mendapat dukungan dari perusahaan-perusahaan TIK. Salah satunya IBM yang memiliki program memperkenalkan teknologi informasi sejak usia dini.

"Kita harus memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk menguasai TI yang terus berkembang dan dibutuhkan dalam hidup. Bukan saja untuk memudahkan cara belajar, tapi juga untuk membuat anak-anak ini mampu berkompetisi dalam dunia kerja nanti. Perusahaan-perusahan, seperti yang dilakukan IBM, mesti punya kebijakan untuk juga menerima karyawan berkebutuhan khusus," Suryo Suwignjo, Presiden Direktur IBM Indonesia.

Menurur Suryo, dalam pengenalan TI pada anak-anak berkebutuhan khusus, tantangan terbesar adalah menyiapkan para guru. "Kami bukan hanya menyediakan alat-alat TI. Tetapi juga melatih guru dan membutakan kurikulum supaya peralatan TI yang ada di sekolah benar-benar dimanfaatkan optimal," ujar Suryo.

Kamis, 07 April 2011

Fenomena Pendidikan di indonesia

Anggota kelompok:
Santri Permana Tarigan (10-012)
Putri Ratnaiskana Pandiangan (10-126)
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan butuh perhatian yang extra dari pemerintah, lembaga terkait, tenaga pendidik, dan bahkan semua pihak. Pada kesempatan ini, kami akan mengangkat 3 (tiga ) judul, yang mungkin bukan lagi sesuatu yang asing bagi kita dan menjadi fenomena dalam dunia pendidikan di Indonesia.
1. Kenapa yah, banyak siswa-siswi malas sekolah ?
Sesuatu yang tak asing lagi di telinga kita, dan bisa saja kita salah satu diantaranya.
Banyak ditemui anak yang malas pergi ke sekolah, bahkan tak jarang juga yang “takut” sekolah. Berbagai cara atau alasan pun akan terlontar yang penting tidak pergi ke sekolah. Sebagian mungkin berpura-pura sakit agar tidak disuruh sekolah, bahkan ada juga yang malah terkesan “diam” tanpa alasan.
Fenomena ini tentu menjadi sebuah masalah bagi orangtua anak yang bersangkutan. Nah, pada kesempatan ini kami akan mencoba membahas masalah ini dengan mengaitkan kedalam beberapa teori dan pendekatan.
Teori Psikologi Pendidikan
Dalam teori psikologi pendidikan, ada disinggung tentang bagaimana cara mengajar yang efektif. Dengan demikian, siswa merasa comfort dan menikmati setiap pelajaran yang diterima di sekolah. Sehingga kemalasan pergi ke sekolah pun perlahan-lahan menghilang.
Teori Bimbingan Sekolah
Peran sekolah dan juga tenaga pendidik/guru tentu saja memegang peranan yang sangat penting dalam kasus-kasu seperti di atas. Karena bisa saja sumber kemalasan siswa pergi sekolah itu adalah guru ataupun sekolah itu sendiri.
Mengajar adalah hal yang kompleks dan karena murid-murid itu bervariasi, maka tidak ada cara tunggal untuk mengajar yang efektif untuk semua hal (Diaz, 1997). Dalam hal ini, seorang guru itu perlu memiliki strategi dan cara/metode mengajar yang khusus. Agar siswa merasa tertarik, nyaman, da merasa sekolah itu sesuatu yang menyenangkan.
Teori Pendidikan Keluarga
Orang tua juga perlu mengontrol perkembangan anak-anaknya dalam sekolah. Karena itu sangat penting bagi perkembangan mental dan juga pendidikan si anak. Ada beberapa hal yang sering menjadi penyebab anak malas sekolah, dan itu menuntut perhatian dari orang tua anak tersebut. Hal tersebut, seperti :
Terlalu banyak les
Jarak sekolah yang jauh
Kurang perhatian
Mengingat hal tersebut, sebelum memutuskan anak untuk sekolah, orang tua

2. Mari mencintai pelajaran Matematika
Coba kita bertanya pada siswa, “suka gak ama pelajaran Matematika..???” atau “pelajaran yang paling klen benci itu apa sih..???”. Tentu kita sudah bisa menebak apa kira-kira jawaban mereka. Bagaikan sudah menjadi “budaya” kalau Matematika menjadi pelajaran yang paling super duper dibenci sama siswa/pelajar di sekolah.
Banyak siswa yang membenci pelajaran yang berbau hitungan, seperti matematika, fisika, dan kimia. Namun yang paling fenomenal adalah matematika, karena pada kenyataannya pelajaran yang satu ini dijumpai pada semua jenjang pendidikan. Dan anehnya lagi, pelajaran yang satu ini selalu menjadi pelajaran yang terkesan “dibenci” sama semua makhluk bernama siswa. Hal ini tentu mengundang tanya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Alasannya mungkin karna kebanyakan pelajaran matematika disekolah disajikan secara monoton dan sangat sulit dimengerti. Banyak sekolah yang menyajikan matematika sebagai mata pelajaran yang tergeneralisasi, dan hanya soal, rumus, diketahui, ditanyakan dan jawaban. Siswa pun terkesan muak dengan sederetan angka yang kerap menghiasi pelajaran matematika. Maka itu, dalam hal ini sekolah ataupun tenaga pendidik/guru perlu melakukan pembenahan dalam hal stategi/metode belajar matematika yang lebih menyenangkan. Sama seperti yang terdapat dalam teori psikologi pendidikan, bahwa cara mengajar yang efektif tentu akan berpengaruh terhadap siswanya. Untuk itu, para guru perlu membuat sebuah metode belajar matematika yang menyenangkan, nyaman, dan menarik.
Peran keluarga/keluarga juga sangat penting dalam matematika. Begitu banyak cara yang bisa dipakai untuk mempelajari matematika dirumah dan membuatnya menjadi sangat menyenangkan, membuatnya menjadi tidak sulit. Hal yang mungkin paling mudah adalah dengan mendukung dan menanamkan pola berpikir bahwa “matematika itu mudah dang menyenangkan. Jangan pernah berkata “Matematika itu sulit”.
Inilah beberapa cara yang bisa digunakan untuk membuat matematika menjadi menyenangkan.
Perkenalkanlah anak-anak dengan matematika yang berbentuk teka-teki atau permainan. Mungkin semacam Sudoku, Ular tangga, catur, monopoli, permainan gapleh, permainan remi atau capsa.
Bicarakanlah matematika bersama-sama. Lakukanlah apapun permainan yang mengandung unsur matematika dengan bersama-sama.
Ajukan disela-sela waktu bersantai kepada anak-anak semacam pertanyaan matematika. Dan apabila jawabannya salah, janganlah lekas berkata “Bukan, itu salah”. Cari hal logis dari jawaban mereka dan biarkan mereka sedikit berpikir dengan mengatakan “Ouh hey sobat, saya mengerti apa yang kamu pikirkan, kamu berpikir ini seperti….. tetapi…… jadi…..”.
Buatlah mereka sadar, mengetahui dan memahami bahwa matematika itu ada disetiap aspek kehidupan,
Dan yakinkan bahwa mereka adalah orang yang memiliki julukan “Si Pemecah Masalah”. Buatlah mereka yakin bahwa matematika tidak lebih hanya sekedar teka-teki dan permainan. Selalu ada cara untuk menyelesaikannya.

3. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Hari ini, anak gak dikasih PAUD? Sepertinya ada yang kurang. Kalau dulu jenjang pendidikan yang paling umum kita dengar adalah SD, SMP, SMA, dan seterusnya. Namun, seiring perkembangan zaman pendidikan untuk anak usia dini pun mulai menjamur dimana-mana.

Pendidikan Anak Usia Dini atau yang kerap disebut PAUD, memang merupakan pendidikan yang “penting” bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007).

Maka jangan heran, kalau para ahli menyarankan agar anak semenjak usia dini harus diberikan pendidikan yang sesuai dengan mereka.

*Sekian dan Terimakasih*

Sumber :
http://taruma.info/2007/12/siswa-siswi-malas-sekolah-kenapa/
http://kihadjartheywanttorock.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=60&tmpl=component&print=1
http://sadidadalila.wordpress.com/2010/01/03/pentingnya-pendidikan-anak-usia-dini-di-indonesia/
Santrock, John W. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana